Ads 468x60px

Labels

Rabu, 14 Desember 2011

OBAT DIURETIK

Ginjal merupakan organ yang sangat luar biasa, mengandung sekitar 1,3 juta nefron yang tersusun dari glomerulus dan tubulus. Glomerulus sebagai unit filtrasi menerima sekitar25% darah yang dicurahkan jantung dengan laju filtrasi 100-120 ml/menit. Tubulus sebagai unit reabsorpsi mampu menyerap sekitar 99% filtrat glomerulus dan hanya 1% yang diekskresikan sebagai urin.

1. Obat diuretik

Obat diuretik adalah sekelompok obat yang dapat meningkatkan laju pembentukan urin. Ada 5 jenis obat diuretik yang dibahas di sini yaitu diuretik osmotik, inhibitor karbonik anhidrase, loop diuretik (diuretik kuat), tiazid dan diuretik hemat kalium (potassium sparing diuretik). Mari kita bahas satu per satu.
A. DIURETIK OSMOTIK
Diuretik osmotik itu mengacu pada zat non elektrolit yang mudah dan cepat diekskresi oleh ginjal serta menarik air. Ada empat syarat suatu zat dikatakan diuretik osmotik, yaitu:
- Difiltrasi secara bebeas oleh glomerulus
- Tidak/sedikit direabsorpsi oleh tubulus
- Bersifat inert (sukat bereaksi)
- Tidak dimetabolisme
Contohnya adalah mannitol (paling umum), urea, gliserin, dan isosorbid.
Cara kerja obat diuretik osmotik adalah dengan meningkatkan tekanan osmotik dalam lumen tubular (makanya namanya diuretik osmotik). Hal ini menyebabkan ekskresi air dan elektrolit meningkat. Elektrolit tersebut yaitu Na, K, Ca, Mg, HCO3 dan fosfat.
Pemberian manitol dan urea adalah secara intravena, sedangkan gliserin dan isosorbid dapat diberikan per oral. Gliserin paling banyak dimetabolisme yaitu sebesar 80% dan manitol 20%. Urea dan isosorbid tidak dimetabolisme. Semua obat ini diekresi melalui ginjal.
Indikasi pemberian:
- glaukoma dan edema otak (sering dipakai)
- Sindroma disekuilibrium ( waktu dialisis kan bisa terjadi penarikan air yang berlebihan sehingga timbul hipovolemia, orangnya jadi hipotensi, sakit kepala, kejang dan depresi)
- profilaksis pada penyakit nekrosis tubular akut (ATN) akibat bedah, trauma atau pemberian media kontras pada pemeriksaan radiologi ginjal.
Efek samping:
- Resiko pada penyakit gagal jantung dan edema paru karena peningkatan volume plasma pada awal pemberian
- hiponatremia dan hipovolemia
- reaksi hipersensitivitas
- Trombosis vena, hiperglikemia dan glikosuria (pemberian gliserin)
Kontraindikasi (keadaan-keadaan dimana obat ini tidak boleh diberikan):
- gagal ginjal dengan anuria
-edema paru dan dehidrasi
- perdarahan intrakranial karena obat ini menarik air dari cairan otak
B. INHIBITOR KARBONIK ANHIDRASE
Karbonik anhidrase adalah enzim yang bekerja pada reaksi CO2 + H2O menjadi H2CO3 dan sebaliknya. Inhibitor karbonik anhidrase (untuk selanjutnya disingkat IKA) bekerja pada beberapa tempat. Di ginjal, IKA menghambat reabsorpsi bikarbonat (HCO3-) dan mengurangi pertukaran Na-H sehingga NaHCO3 dieksresi bersama air. Inilah efek diuretiknya.
Pada mata, menghambat pembentukan aqueus humor (cairan mata), mengurangi tekanan intra okuler (terapi pada glaukoma). Pada CNS, IKA memiliki efek antikonvulsan (anti kejang).
Yang termasuk IKA adalah asetazolamid, diklorfenamid dan metazolamid.
Di dalam sel tubuli ginjal, IKA menghambat perubahan CO2 + H2O menjadi H2CO3 sehingga pembentukan H+ dan HCO3- di tubuli juga berkurang. Jumlah H+ untuk diekskresi dan ditukar dengan Na akan berkurang sehingga ekskresi Na+ akan meningkat (untuk mereabsorpsi Na, maka H+ harus dieksresi). Pada akhirnya, akan terjadi peningkatan ekskresi air. HCO3- juga akan diekskresi sehingga darah cenderung menjadi asam (asidosis) sementara urin menjadi alkalis. Ekskresi kalium juga akhirnya meningkat.
Efek samping
- Asidosis metabolik akibat peningkatan ekskresi HCO3-
- batu ginjal (batu fosfat dan kalsium)
- peningkatan sekresi NaHCO3 meningkatkan eksresi K
- parestesia, disorientasi
Obat ini tidak boleh diberikan pada penderita sirosis hati karena dapat menghambat konversi NH3 menjadi NH4+, akibatnya NH3 menumpuk di darah (hiperammominemia). Inilah yang menyebabkan disorientasi karena amonia merupakan toksik pada CNS.
IKA diindikasikan pada :
- pasien glaukoma, epilepsi
- paralisis periodik familial
- alkalosis metabolik (inget aja kerja IKA adalah mengurangi reabsorpsi HCO3 sehingga kadar HCO3 di darah akan menurun)
- acute mountain sickness (gejala mual, muntah, pusing, dan insomnia yang biasanya dialami para pendaki gunung saat berada di ketinggian lebih dari 3000 m)
- alkalinisasi urin (dengan banyaknya HCO3 di urin, maka pembentukan batu sistin dan urat dapat dicegah. Batu ini terbentuk pada suasana asam)
Untuk dosisnya, dapat diliat di slide.. ^_^
Sebaiknya bersihkan dan kilaukan dirimu. Kau bak jendela untukmu memandang dunia. (George Bernard Shaw)
B. Thiazide
Termasuk kelompok obat ini adalah hidroklorotiazid (HCT), klorotiazid, bendroflumetiazid, klotalidone, metolazone dan indapamide
Thiazide disekresi oleh tubulus proksimal namun baru bekerja di tubulus kontortus distal. Ia bekerja dengan menghambat simporter Na dan Cl dari lumen ke tubular. Pada keadaan normal, simporter ini berfungsi membawa Na dan Cl dari lumen ke sel epitel tubulus. Akibatnya, ekskresi Na dan Cl akan meningkat (tentunya disertai dengan ekskresi air juga). Beberapa juga memiliki efek inhibitor karbonik anhidrase yang lemah.
Selain meningkatkan ekskresi Na dan Cl, thiazide juga meningkatkan ekskresi kalium. Ia juga menghambat sekresi asam urat sehingga dapat menyebabkan hiperurisemia dan gout. Melalui mekanisme yang belum diketahui, obat ini juga dapat mengurangi ekskresi kalsium melalui urin. Karena ekskresi kalsium kurang, maka kalsium akan meningkat kadarnya di darah sehingga obat ini mampu menghambat progresifitas osteoporosis. Ekskresi magnesium pun dibuat meningkat olehnya.
Di slide juga dicantumkan farmakokinetik berbagai jenis obat tiazid. Silakan diliat.
Tentunya tiazid tidak terlepas dari kodratnya sebagai obat, punya kelebihan dan kekurangan. Efek samping yang mungkin timbul adalah
- hipokalemia, menyebabkan peningkatan resiko toksisitas digitalis (obat anti aritmia)
- Hiponatremia dan hipomagnesemia (kekurangan magnesium)
- hiperurisemia
- hiperglikemia dan hiperkolesterolemia, sehingga tidak dianjurkan untuk penderita DM dan dislipidemia
- hiperkalsemia (jangka panjang). Bagus buat orang tua karena mengurangi resiko osteoporosis
- disfungsi seksual
Tiazide berinteraksi dengan digitalis dan menyebabkan resiko aritmia menjadi meningkat. Obat ini juga mengurangi efikasi antikoagulan, anti diabetik dan dan urikosurik. NSAID juga berinteraksi dengan obat ini.
Thiazide diindikasikan pada hipertensi, gagal jantung ringan hingga sedang, edema, diabetes insipidus nefrogenik (nefrogenik artinya ADH nya normal, namun reseptor ginjal gagal merespon ADH), mencegah kehilangan kalsium pada penderita osteoporosis dan nefrolitiasis kalsium.
D. Loop diuretik (diuretik kuat)
Termasuk dalam kelompok loop diuretik adalah furosemide, torasemide, bumetanide dan asam etanikrat.
Sesuai dengan namanya, loop diuretik bekerja pada ansa Henle yaitu pada segmen tebal pars asendens. Kerjanya dengan menghambat reabsorpsi elektrolit Na, K dan Cl sehingga ion-ion ini akan diekskresikan bersama dengan air. Kalsium dan magnesium pun ditingkatkan eksresinya. Makanya namanya diuretik kuat karena meningkatkan ekskresi sebagian besar elektrolit.
Karena berinteraksi dengan aminoglikosida (golongan antibiotik), maka penggunaan mereka secara bersama-sama akan meningkatkan resiko nefrotoksisitas dan ototoksisitas (tuli, baik sementara maupun permanen. Diduga karena obat ini mempengaruhi komposisi cairan endolimf di telinga). NSAID juga mengurangi efek diuretik, sama dengan probenesid yang juga memiliki efek yang sama dengan menghambat sekresi loop diuretik dari tubulus ke lumen.
Loop diuretik diindikasikan pada gagal jantung kongestif, edema paru akut, edema akibat gagal ginjal, sindroma nefrotik atau asites, hiperkalsemia, hipertensi dan dapat memicu diuresis (berkemih) untuk mengeluarkan racun. Tentu saja racun yang eksresinya melalui ginjal.
E. Diuretik hemat kalium (Potassium sparing diuretik)
Termasuk dalam kelompok obat ini adalah (1) Inhibitor kanal Na (amiloride dan triamteren) serta (2) Antagonis aldosteron (spironolactone, eplerenone).
Pada mekanisme inhibitor kanal Na, obat ini dapat menghambat reabsorpsi Na sekaligus mengurangi sekresi K. Pada mekanisme antagonisme aldosteron, obat diuretik hemat kalium (DHK) mem-blok reseptor aldosteron sehingga mengurangi reabsorpsi Na dan K pada hilir tubuli distal dan duktus koligentes. Dengan demikian, ekskresi K juga berkurang.
Karena efeknya yang relatif lemah, DHK biasanya dikombinasikan dengan diuretik lain. Selain itu, dengan dikombinasikan bersama obat lain resiko hipokalemia dapat dihindari. Penggunaan jangka panjang DHK ternyata memberikan efek kardioprotektif dengan mencegah hipertrofi dan fibrosis miokard.
Efek samping obat ini termasuk hiperkalemia, efek anti androgenik, dan anemi megaloblastik (jenis obat triamteren) karena obat ini adalah antagonis folat (kalau di buku farmakologi dan terapi disebutkan bahwa obat ini menghambat kerja enzim dihidrofolat reduktase). Folate sebagaimana yang kita tahu berfungsi dalam pematangan inti sel darah merah.
DHK diindikasikan pada pasien hipertensi, namun biasanya pemakaiannya dikombinasikan dengan antihipertensi lain untuk memperkuat efek dan mencegah hipokalemia. Hati-hati pemberian triamteren pada kondisi hiperkalemia atau kondisi yang rentan untuk terjadinya hiperkalemia (seperti gagal ginjal atau sedang dalam pengobatan dengan ACE inhibitor, ARB, NSAID dan suplemen kalium. ACE inhibitor dan ARB akan menurunkan sekresi aldosteron sehingga bahaya hiperkalemia semakin besar).
F. HORMON ANTI DIURETIK
Dikenal juga sebagai vasopresin, merupakan suatu oktapeptida yang diprodusi oleh sel saraf dalam nukleus supraoptikus dan paraventrikalis di hipotalamus. Melalui serabut saraf, ADH ditranspor ke hipofisis posterior.
Di alam, dikenal dua macam ADH, yaitu 8-arginin vasopressin yang terdapat pada mamalia dan 8-lisin vasopressin yang terdapat pada babi. In vivo, kedua jenis ini mudah sekali mengalami degradasi sehingga dibuat sisntetiknya yang lebih tahan lama yaitu desmopressin (1-deamino 8-D arginin vasopressin, DDAVP). Desmopressin merupakan obat terpilih untuk pengobatan diabetes insipidus yang sensitif terhadap ADH.
Sekresi vasopressin diatur oleh beberapa mekanisme yaitu
(1) Konsep osmoreseptor yang diduga terletak di daerah nukleus hipotalamus;bila osmolalitas plasma bertambah akibat dehidrasi, maka sekresi ADH bertambah dan sebaliknya pada keadaan hidrasi, sekresinya akan turun.
(2) Konsep reseptor volume yang terletak di atrium kiri dan vena pulmonalis. Bila terjadi penurunan volume darah yang beredar misalmya akibat perdarahan hebat maka sekesi ADH akan meningkat.
Efek seluler pada ginjal terjadi melalui interaksi antara ADH dengan reseptor V1 dan V2. Reseptor V1 terdapat pada otot polos vaskuler dan saluran cerna, hepatosit, dan beberapa sel di ginjal. Reseptor V1 berperan dalam vasokonstriksi pembuluh darah arteriol eferen glomerulus, tetapi efek yang paling menonjol yaitu di duktus koligentes yang diperantarai oleh reseptor V2.
Reseptor V2 yang terletak di dalam sel duktus koligentes dan sel ansa Henle asendens epitel tebal mempunyai afinitas besar terhadap ADH. Perangsangan reseptor V2 oleh ADH akan merangsang aktivitas enzim adenilat siklase. Pada akhirnya akan terjadi pembukaan kanal aquaporin di permukaan epitel tubulus, sehingga membran luminal menjad permeabel terhadap air dan reabsorpsi air pun meningkat.
ADH diindikasikan pada
- Diabetes insipidus neurogenik (central type, artinya orangnya memang kekurangan ADH). Jadi, obat ini tidak bisa dipakai pada diabetes insipidus nefrogenik (kalau nefrogenik, ADH-nya normal, namun ginjal gagal merespon ADH).
- Diabetes insipidus akibat trauma kepala atau pembedahan (kemungkinan hipofisisnya rusak sehingga sekresi ADH menurun),
- Perdarahan GI akibat hipertensi portal (kerja ADH dengan mengurangi airan darah mesenterica superior sehingga tekanan darahnya turun)
- Penyakit Von Willebrand (salah satu kelainan genetik yang menyebabkan perdarahan akibat kekurangan faktor von Willebrand). Desmopressin dapat mensekresi faktor von Willebrand di sel endotel.
Efek samping yang mungkin timbul adalah hipertensi, kolik abdominal akibat peningkatan peristaltik, dan agina pektoris akibat vasokonstriksi arteri koronern(karena ADH menyebabkan vasokonstriksi di hampir semua pembuluh darah termasuk arteri koroner). Pada wanita ADH dapat menyebabkan spasme uterus.
Secara farmakokinetis, obat ini tidak diberikan per oral karena akan langsung didegradasi enzim tripsin di dalam usus halus, sehingga harus diberikan secara intravena, intramuskular, sub kutan atau intranasal. Waktu paruhnya mencapai 17-35 menit, sementara desmopressin lebih lama lagi (masih efektif 48-96 jam setelah pemberian intranasal).
Sediaannya berupa piressin untuk injeksi, vasopressin tanat untuk injeksi intramuskular, Lipresin (lisine-vasopressin) untuk semprot hidung dan desmopressin asetat untuk penggunaan nasal (tetes hidung).
Hidup itu sudah cukup sulit, maka hadapilah dengan cara yang mudah.
Sekarang, lanjut ke farmakologi obat antihipertensi. Let’s go!
Hipertensi adalah suatu keadaan di mana tekanan darah >140 mmHg. Tekanan darah dipengaruhi oleh cardiac output dan resistensi vaskuler perifer. Perubahan pada mekanisme ini diperngaruhi oleh empat faktor utama, yaitu sistem saraf simpatis-parasimpatis, sistem renin angiotensin aldosteron dan faktor lokal yang dilepaskan (seperti vasoaktif dsb).
Parasimpatis bekerja dengan menurunkan frekuensi jantung sehingga cardiac output juga menurun. Akibatnya, tekanan darah juga menurun. Berlawanan dengan parasimpatis, saraf simpatis menyebabkan peningkatan frekuensi jantung, meningkatkan kontraktilitasnya dan meingkatkan tonus vaskuler. Kesemua itu akhirnya meningkatkan tekanan darah. RAAS meningkatkan tonus vaskuler dan volume darah sehingga tekanan darah juga meningkat. Faktor lokal juga berpengaruh Vasodilator menurunkan tekanan darah sedangkan vasokonstriktor meningkatkan tekanan darah.
Pada penyakit kardiovaskuler, sulit dicari causal factors yang jelas. Yang dibicarakan adalah faktor resiko. Tetapi karena banyaknya faktor resiko ini, maka faktor resiko hipertensi dapat dianggap sebagai causal factors. Faktor resiko kardiovaskuler tersebut adalah hipertensi, merokok, obesitas, inaktivitas fisik, DM, dislipidemia, usia dan genetik.
Ada klasifikasi tekanan darah menurut JNC VI dan JNC VII di slide, silakan diliat yaa..
Penyakit kardiovaskuler dapat menyebabkan kerusakan pada organ.
- Pada jantung dapat menyebabkan hipertrofi ventrikel kiri, gagal jantung, angina dan infark miokard
- Pada otak menyebabkan stroke
- Pada ginjal menyebabkan nefropati hipertensive
- Pada pembuluh darah menyebabkan atherosklerosis
- Pada mata menyebabkan retinopati hipertensive
Pada dasarnya terapi penyakit kardiovaskuler ada dua: non farmakologis dan farmakologis. Terapi non farmakologis berupa penurunan berat badan jika obese, banyak konsumsi serat, mengurangi intake garam dan alkohol, tidak merokok, olahraga dan menghindari stress.
Terapi farmakologis untuk hipertensi ada dua macam: obat lini pertama dan obat lini kedua. Obat yang termasuk lini pertama adalah diuretik, beta-blocker, ACE inhibitor, Angiotensin II receptor blocker, dan antagonis kalsium. Obat yang termasuk lini kedua adalah inhibitor neuron adrenergic, central alfa-2 agonis dan vasodilator.
A. DIURETIK
Diuretik udah dibahas secara panjang lebar. Pada prinsipnya, diuretik akan meningkatkan volume urin. Hal ini akan menurunkan volume cairan eksraseluler (terutama darah). Pengurangan volume ini akan menurunkan cardiac output sehingga akhirnya tekanan darah juga menurun. Na yang ada di otot polos vaskuler akan menurunkan resistensi vaskuler dan juga menyebabkan penurunan tekanan darah. Tiga kelompok diuretik yang digunakan adalah thiazide, loop diuretic dan diuretik hemat kalium.
1. Tiazid
Merupakan pilihan untuk hipertensi ringan –sedang, atau hipertensi dengan aktivitas renin yang rendah (lanjut usia). Obat inibiasa dikombinasikan dengan obat antihipertensi lain untuk mencegah retensi air. Juga agar terjadi potensiasi dgn obat tsb
Efek samping sama seperti di atas.
Obat ini berinteraksi dengan NSAID dan tidak efektif pada penderita gagal ginjal.
2. Loop diuretik/diuretik kuat
Memiliki efek diuretik kuat (namanya juga diuretik kuat). Merupakan obat lini pertama pada gagal jantung dan efektif untuk hipertensi dengan gagal ginjal (berlawanan dengan tiazid)
Efek samping kurang lebih sama dengan thiazide, namun dapat menyebabkan hipokalsemia.
3. Diuretik hemat kalium
Diuretik lemah, biasanya dikombinasikan dengan diuretik lain karena mencegah resiko hipokalemia. Obat ini merupakan pilihan untuk hiperaldosteronisme.
B. BETA BLOCKER
Mekanisme kerja dengan menghambat reseptor β1. Inhibisi ini menyebabkan penurunan cardiac output dan sekresi renin. Obat ini digunakan pada hipertensi ringan-sedang, HT dengan penyakit arteri koroner, HT dengan aritmia dan HT dengan takikardia.
Efek samping berupa bronkospasme, bradikardia, impotensi, gangguan vaskuler perifer, tidak bagus untuk profi lipid, hipoglikemia dan menurunkan fungsi ginjal.
Obat ini dikontraindikasikan pada asma, COPD (Chronic Obstructive Pulmonary Syndrome), sick sinus syndrome dan blok AV grade 2-3
C. ACE INHIBITOR DAN ANGIOTENSIN II RECEPTOR BLOCKER (ARB)
ACE adalah enzim yang mengonversi angiotensin I menjadi angiotensin II. Penghambatan konversi ini akan menyebabkan vasodilatasi dan penurunan sekresi aldosteron. Selain itu, ACE inhibitor juga menghambat inaktivasi bradikinin sehingga kadarnya meningkat dalam darah (bradikinin adalah vasodilator). Semua efek ini akan menurunkan tekanan darah.
Penggunaan klinisnya adalah sebagai obat lini pertama terapi HT ringan-sedang, HT yang disertai gagal jantung, dislipidemia dan diabetes. Jangka panjang juga memberikan efek kardioprotektif.
Efek samping berupa batuk kering (karena peningkatan kadar bradikinin dalam darah), angioedema, hipotensi (fenomena dosis pertama), resiko hiperkalemia dan embriotoksik. Makanya obat ini dikontraindikasikan pada wanita hamil dan menyusui (resiko gagal ginjal pada fetus).

1= tempat bekerjanya ACE-I, 2= tempat bekerjanya ARB
Termasuk golongan ACE inhibitor adalah captopril, lisinopril. Keduanya merupakan obat aktif. Lalu juga ada perindropil, enalapril, ramipril dll (merupakan prodrug).
Angiotensin receptor blockers (ARB)
Obat: Losartan, Valsartan, Irbesartan, Candesartan, Telmisartan
Cara kerja: menghambat reseptor angiotensin II (reseptor AT1). Inhibisi ini menyebabkan vasodilatasi, penurunan sekresi aldosteron, dan mencegah hipertrofi jantung (vasculo-cardio protective).
Efek samping hampir sama dengan ACE-I, namun tidak terjadi batuk kering dan tidak ada angioedema. Indikasi&kontraindikasi sama dg ACE-I.
Bantulah perahu saudaramu menyeberang dan lihatlah! Kau sendiri sudah berada di seberang. (Pepatah Hindu)
D. PENGHAMBAT KANAL KALSIUM (CALCIUM CHANNEL BLOCKER,CCB)
Cara kerja: menghambat influks kalsium. Efeknya: vasodilatasi, inotropisme negatif dan dromotropisme negatif, namun tidak dianjurkan pada pasien gagal jantung.
Ada tiga kelompok obat CCB, yaitu :
Dihidropiridin (nifedipine, amlodipine, nicardipine dll). Vaskuloselektif, memiliki efek utama sbg vasodilator dan resiko kardiak yang minimal.
Difenilalkilamin (verapamil). Kardioselektif, mengurangi kontraktilitas dan konduksi miokardium
Benzothiazepin (diltiazem). Efek sama dgn difenilalkilamin.
Farmakokinetik:
Nifedipine diserap secara cepat sehingga cepat menurunkan tekanan darah, waktu paruh juga pendek. Amlodipine diabsorpsi secara lambat dan waktu paruh juga lebih lama.
Semua CCB mengalami metabolisme lintas pertama, lebih dari 90% dimetabolisme di hati sehingga hati-hati jika diberikan pada penderita gagal hati. Karena banyak dimetabolisme di hati, maka ekskresinya melalui ginjal juga minimal sehingga cukup aman pada pasien gagal ginjal.
Indikasi : hipertensi, krisis hipertensive (nifedipine), angina pectoris (nifedipine)dan aritmia (verapamil). Namun nifedipine tidak direkomendasikan sebagai terapi maintenance untuk hipertensi karena short acting-nya.
Efek samping: Nifedipine: hipotensi, takikardia, sakit kepala, edema perifer. Verapamil: bradicardia, konstipasi
Kontraindikasi: Gagal jantung, hati-hati pada penderita sirosis.
E. ALPHA BLOCKER
Prazosin, terazosin, bunazosin, doxazosin.
Bekerja dengan menghambat reseptor alfa-1 yang menyebabkan vasodilatasi, memiliki efek positif pada lipid darah dan mengurangi resistensi insulin. Dengan demikian, obat ini cocok untuk hipertensi yang disertai DM dan dislipidemia. Juga untuk HT ringan-sedang dan HT dengan resistensi vaskuler.
Efek samping: hipotensi ortostatik (fenomena dosis pertama, makanya harus dimulai dengan dosis rendah), takikardia, edema, sakit kepala.
F. ADRENERGIC BLOCKING AGENTS
Reserpin dan guanetidin
Cara kerja: reserpin dapat menghambat transpor norepinefrin ke dalam vesikel saraf. Akibatnya, terjadi penurunan curah jantung dan resistensi perifer. Guanetidin ditranspor secara aktif ke dalam vesikel saraf dan menggeser norepinefrin ke luar vesikel.
Efek samping berupa sedasi, depresi, kongesti nasal dan peptic ulcer.
G. AGONIS SENTRAL
Clonidine, metildopa, guanfasin
Obat ini menghambat saraf simpatis sehingga cardiac output juga menurun. Efek samping berupa disfungsi seksual, dry mouth, mengantuk. Obat ini berinteraksi dengan antdepresan dan obat simpatomimetik sehingga mengurangi efeknya.
H. VASODILATOR
Hidralazin
Hidralazin bekerja langsung dengan merelaksasi otot polos dengan mekanisme yang belum diketahui. Indikasi pada HT emergensi, HT glomerulonefritis dan HT pda eklampsia.
Minoksidil dan diaxozide digunakan pada HT malignant dan ensefalopati hipertensive.
Efek samping hidralazin berupa lupus like syndrome, takikardia, angina pectoris. Minoksidil dapat menyebabkan hirsutisme dan diaxozide menyebabkan hiperglikemia.
Pada kehamilan, metildopa dan beta blocker dapat digunakan sebagai terapi pilihan. Pada eklampsia dapat digunakan CCB dan hidralazin. Namun, ACE-I dan ARB tidak boleh digunakan pada kehamilan.
Pada hipertensi emergensi, digunakan captopril dan nifedipine, juga obat parenteral seperti clonidine, nitrogliserin dan hidralazin. Pada kondisi gagal ginjal, dapat digunakan CCB, furosemide, clonidine, alpha blocker, dan hidralazine. ACE-I dan ARB kontraindikasi jika hiperkalemia dan beta blocker cenderung menurunkan fungsi ginjal. CCB tidak dianjurkan pada sirosis hati, sedangkan pada asma jangan berikan beta blocker. Pada DM dan dislipidemia dapat diberikan ACE-I/ARB, CCB, alpha blocker dan clonidine. Namun jangan berikan beta blocker dan thiazide.

0 komentar:

Posting Komentar